Gelar Sadranan Seribu Kupat, Warga Doa Kesejahteraan dan Kelestarian Alam
Ket [Foto]: Gelar Sadranan Seribu Kupat, Warga Doa Kesejahteraan dan Kelestarian Alam

Gelar Sadranan Seribu Kupat, Warga Doa Kesejahteraan dan Kelestarian Alam

Temanggunb, Media Center - Gelar sadranan Seribu Kupat, warga Desa Ngemplak, Kecamatan Kandangan, Temanggung berdoa peningkatan kesejahteraan dan kelestarian alam, Jumat (1/9/2023).

Pelemparan dua ayam kampung betina siap telur ke udara menjadi salah satu rangkaian ritual yang ditunggu warga.  

Warga akan berebut ayam itu untuk dipelihara. Telurnya dikonsumsi untuk menambah gizi keluarga. 

Jika dibuahi pejantan, telur akan menetas yang jika besar bisa dikembangbiakkan dan dikonsumsi dagingnya.

Sekretaris Desa Ngemplak, Fauzi Amin mengatakan, dua ayam siap telur tersebut juga punya  filosofi lain, yakni harapan dan doa warga, agar ada perkembangan warga dan perekonomian menuju pada peningkatan kesejahteraan.

"Kami berdoa melalui ritual seribu kupat ini, ada peningkatan kesejahteraan, dan turut menjaga kelestarian alam, selain mempertahankan tradisi budaya," katanya. 

Kades Desa Gedongan Sri Astuwidi Subagyo mengatakan, ritual sewu kupat sebagai sebuah tradisi dari Desa Ngemplak yang tidak bisa ditinggalkan.

"Warga berdoa di sumber mata air Lenging meminta kepada Tuhan adanya peningkatan kesejahteraan dan kelestarian sumber mata air," katanya.

Ia menyampaikan, sumber mata air Lenging sebagai salah satu sumber kehidupan warga dari mata air itu dimanfaatkan untuk pengairan sawah, ladang dan sumber air konsumsi warga.

"Warga sangat menjaga kelestarian lingkungan alam agar mata air tetap mengalir meski di bulan kemarau seperti saat ini," ujarnya.

Ia mengemukakan tradisi digelar tiap usai panen kopi di desa tersebut. Warga membawa berbagai sumber hasil bumi dan olahannya, terutama ketupat ke sumber mata air untuk berdoa dan makan bersama.

Sementara itu, pada tradisi yang diikuti seribuan warga itu dibacakan babat dusun yang bercerita asal muasal pedukuhan dan perjuangan Ki Lenging untuk mencari mata air dan membuat irigasi untuk pengairan persawahan.

Perjuangan Ki Lenging membutuhkan waktu 1000 hari. Lamanya waktu, karena lokasi di pegunungan, penuh batuan, sementara peralatan tradisional yang digunakan yakni cangkul dan sabit. 

Tiap hari Ki Lenging membawa satu kupat untuk konsumsi. Dalam mewujudkan saluran air yang kini dinamai Slenging itu dibantu oleh Nyai Lenging.

Camat Kandangan Hari Nugroho mengatakan, tradisi untuk mempertahankan tradisi budaya dan menjaga kelestarian lingkungan, serta sumber mata air.
 
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Temanggung Hendra Sumaryana mengatakan, sadranan sewu kupat sebagai momentum untuk menggali kembali kearifan lokal dan menanamkan pada generasi penerus. 

"Tradisi ini akan dimasukkan dalam kalender wisata, dikemas lebih baik dan dipromosikan ke tingkat propinsi," katanya. 

Ia mengatakan, apresiasi pada masyarakat dengan pelaksanaan tradisi tersebut, yang berdampak positif bagi kehidupan warga. Yang dampak positif itu yang dapat dirasakan nyata, diantaranya kelestarian lingkungan, sehingga debit sumber mata air tetap besar dan bisa mengaliri persawahan. (MC.TMG/Aiz;Ekp)

Gelar Sadranan Seribu Kupat, Warga Doa Kesejahteraan dan Kelestarian Alam
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook