Maggot, Organisme Kecil Pengolah Sampah Organik
Ket [Foto]: Penyuluh dari BRSDM Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan tahap produksi Maggot di Kawasan Percontohan Penyuluh Budidaya Magot BSF, Kelurahan Jurang, Temanggung , Senin (28/9/2020).

Maggot, Organisme Kecil Pengolah Sampah Organik

Temanggung, MediaCenter - Masalah persampahan menjadi hal serius untuk ditangani, berbagai cara digunakan untuk mereduksi sampah, salah satunya dengan memanfaatkan Maggot atau larva dari Black Soldier Fly (BCF). Seperti yang dilakukan di Kawasan Percontohan Penyuluh Budidaya Magot BSF dan Pemanfaatannya yang berlokasi di Kelurahan Jurang, Kecamatan Temanggung, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.

Mahmud Efendi, salah satu penyuluh dari Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menjelaskan, ada beberapa manfaat yang diadapatkan dari pengurai yang mempunyai nama latin Hermetia Illucens ini. Selain proses penguraian sampah bisa berlangsung lebih cepat, dari proses tersebut akan menghasilkan pupuk kompos yang bisa dimanfaatkan untuk menyuburkan tanaman.

“Dari proses tersebut akan menghasilkan Kasgot (Bekas Kotoran Maggot) yang bisa dijadikan pupuk organik, selain itu dalam proses fermentasi juga akan menghasilkan cairan yang bisa dijadikan sebagai pupuk organik cair,” ungkap Mahmud saat ditemui, Senin (28/9/2020).

Mahmud menjelaskan, selain bermanfaat untuk menguraikan sampah organik, Maggot juga mempunyai nilai ekonomis. Telur Maggot bisa dijual dengan harga 6-7 Ribu Rupiah per Gram dan Fres Maggot dijual dengan harga 6-7 Ribu Rupiah per Kilogram. Selain itu, Maggot juga bisa dimanfaatkan sebagai alternatif pakan ternak dan ikan yang saat ini masih dalam proses uji coba.

“Kemarin kita ujicoba untuk pakan alternatif bebek yang bisa menghemat pakan sampai dengan 40%, di perikanan bisa menghemat sampai 50%,” ungkapnya.

Mahmud menambahkan, lalat BSF tidak menularkan bakteri, penyakit atau kuman kepada manusia seperti lalat hijau. BSF pada umumnya akan bertelur disekitar sampah dan meletakkan telurnya di tempat yang kering dan bersih. Selain itu, siklus hidup BSF juga sangat singkat pada fase lalat.

“Dari fase kepompong (prepupa) akan menetas menjadi lalat , setelah induk laki-laki kawin dengan induk perempuan, induk laki-laki akan langsung mati dan induk perempuan akan mati setelah bertelur, sehingga siklus lalatnya tidak berlangsung lama,” jelasnya.

Ia berharap, dengan memanfaatkan Maggot, sampah organik dari limbah rumah tangga bisa diuraikan lebih cepat, sehingga bisa menjadi satu kesatuan melalui sistem Integrated Farming dengan menerapkan Zero Waste sistem, sehingga tidak ada sampah yang tidak termanfaatkan.

“Dengan sistem pengolahan yang efektif, diharapkan sampah tidak ada, tidak merepotkan dan tidak menjadi masalah lagi, tetapi justru bisa menjadi peluang, “ imbuhnya.

Ia berharap, dengan adanya percontohan ini bisa memberikan semangat bagi masyarakat yang sudah mulai mengembangkan serta bisa mengenalkan kepada masyarakat tentang Maggot sebagai pengurai yang sangat bermanfaat.

“Saat ini kami juga sedang berkoordinasi dengan instansi terkait . Dari dewan sampah dan instansi terkait juga sudah banyak respon positif, tinggal kita kembangkan lagi di level akar rumput dilevel masyarakat,” ungkapnya. (MC TMG/Safi;Ekape).

Penyuluh dari BRSDM Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, menunjukkan tahap produksi Maggot di Kawasan Percontohan Penyuluh Budidaya Magot BSF, Kelurahan Jurang, Temanggung , Senin (28/9/2020).
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook