Ket [Foto]:
Laboratorium Kaji Terap dari Petani Millenial di KTM Almond
Temanggung, MediaCenter - Kawasan Terpadu Mandiri Alam Mondoretno (KTM Almond) merupakan kawasan terintegrasi pertanian, peternakan, perikanan dan pengolahan hasil antara kegiatan yang satu dengan yang lainnya di Desa Mondoretno, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung.
Di kawasan KTM Almond ini, terdapat Laboratorium Pengembangan Agensi Hayati “Rumah Pintar” untuk mengelola sarana produksi pertanian, seperti pupuk padat, pupuk cair, biopestisida dan agensi hayati seperti trichoderma, paenibacillus dan lain-lain. Laboratorium ini untuk mengembangkan produk formula pertanian dan perikanan alami.
Hal ini diungkapkan Reni, selaku penyuluh pertanian swadaya dan koordinator Almond, saat ditemui Tim Media Center di Laboratorium “Rumah Pintar” KTM Almond , Selasa (20/10).
“Laboratorium Pengembangan Agensi Hayati merupakan fasilitas praktek untuk mengembangkan agensi hayati dengan konsep pertanian alami dari bahan baku yang tersedia di alam. Produk yang dikembangkan antara lain PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) yang menggunakan bahan baku, seperti kentang, tomat, melon, dan lainya yang difermentasi sedemikian rupa menjadi PGPR yang fungsinya membantu pertumbuhan tanaman. Lalu Paenibacillus untuk mengatasi penyakit kresek pada tanaman padi, untuk kubis mengatasi busuk di akar, kemudian cairan pengganti ab mix,” terangnya
Reni yang tergabung dalam “Petani Millenial” sering mendapatkan pelatihan dari Gapoktan, Dinas Pertanian, serta fasilitator dari berbagai kota yang belajar bersama disini. Sebagai evaluasi, diterapkan kaji terap untuk memperbaiki produk yang diuji di lapangan.
Selain sebagai pupuk dan pengganti pestisida buatan, zat alami agensi hayati ini berfungsi sebagai pengendali hama dan pengembalian unsur hara serta mikro organisme dalam tanah. Produk ini sudah digunakan oleh para petani di Desa Mondoretno.
Hasil kaji terap yang dilakukan di KTM Almond, khususnya padi saat panen memiliki hasil susut gabah kering yang lebih sedikit dibanding menggunakan bahan buatan, sedangkan biaya produksi bisa ditekan, karena alokasi dana untuk membeli produk buatan dapat disubstitusi dengan produk alami yang tersedia di alam.
“Saat ini petani sekitar sudah memanfaatkannya, antara lain pada tanaman padi, pisang dan cabe. Kesulitan petani sendiri pada pertanian organik mulai dari sertifikasi, radius lahan dan lainnya, maka dari itu tidak langsung menuju organik, tetapi alami, mengarah menuju ke organik. Senada dengan visi besarnya Laboratorium Pengembangan Agensi Hayati ini menuju alami sepenuhnya,” imbuh Reni.
Dari hasil penelitian di laboraturium ini, diharapkan dapat mengembalikan kesuburan tanah, seperti bertani pada zaman dahulu kala dan kemudian para petani yang sudah bertani secara alami dan sukses ikut menularkan ilmunya.
“Ibarat merawat alam, seperti merawat tubuh, apabila terlalu banyak zat sintesis lama kelamaan akan merusak, intinya lebih ke mengembalikan kesuburan tanah, seperti bertani pada zaman dahulu kala. Kemudian para petani yang sudah bertani secara alami dan sukses ikut menularkan ilmunya pada petani yang lain, lalu makin banyak petani yang bertani secara alami,” pungkasnya penuh harap. (MC.TMG/Eknu;Ubay;Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook