Ket [Foto]:
Dari Kebun Kembali ke Kebun dengan Konsep Ecofriendly
Temanggung, MediaCenter-Jenuh dengan kehidupan materialistik selama hidup di kota besar dan luar negeri, Sekartiyasa Kusumastuti (28 th) kembali ke daerah asalnya di Temanggung, Jawa Tengah. Di rumahnya, Kelurahan Madureso, Ia membangun bisnis yang ecofriendly dan 'tidak melulu duit' dengan memanfaatkan hasil pertanian dari kebun sendiri.
Semula perempuan yang akrab disapa Sekar ini bekerja sebagai dosen Bahasa Inggris di Universitas May Fah Luang, Thailand. Setelah kembali ke kampung halamannya di Temanggung tahun lalu, bungsu dari dua bersaudara ini berupaya memanfaatkan hasil pertanian berupa beras organik dan sayuran dari lahannya untuk diolah menjadi aneka kuliner khas Korea. Secara keseluruhan ada 26 item masakan Korea dengan konsep gril dan 26 makanan lepasan atau Korea Street Food. Antara lain ada Kimchi, Kimbab, Bibimbab, dan Ramyeon.
"Mulanya saya tertarik mengolah bahan makanan dari kebun untuk self sustaining. Lalu dibuat konsep resto bernuansa asri, sehingga pengunjung seolah menikmati sajian makanan ditengah kebun," tutur Sekar, Selasa (3/11/2020), di Temanggung.
Semua makanan Korea buatannya disajikan di restonya 'Jeong Won'. Jeong won berdiri pada Desember Tahun 2019 lalu disalah satu sisi halaman rumahnya seluas sekitar 200 meter persegi. Semula Jeong Won hanya menempati bangunan seluas 6x7 meter persegi yang ditata sesuai bangunan khas Korea. Namun belakangan minat konsumen untuk berkunjung makin tinggi, sehingga ia berinisiatif memperluas resto di kebun buah dan sayuran yang terdapat di halaman.
"Dipilihnya kuliner ala Korea, karena saya lebih familiar dengan masakan Korea yang dibawa, dikenalkan kakak ipar saya yang pernah bekerja di negara itu. Belakangan trend Korea juga menjamur di kalangan masyarakat Indonesia, terutama anak muda," tutur Sekar.
Kendati telah disulap menjadi tempat usaha, lulusan Sastra Inggris Universitas Sanata Dharma ini berupaya tetap mempertahankan kelestarian lingkungan. Karena itu ia menerapkan konsep ecofriendly atau ramah lingkungan. Antara lain tanpa menggunakan tisu dan meminimalisir penggunaan plastik sekali pakai seperti sedotan plastik. Tisu diganti dengan kain lap yang bisa dipakai beberapa kali. Lalu sedotan plastik diganti dengan bahan dari stainles. Ia juga bekerjasama dengan produsen kemasan makanan ecodegradable yang bisa diurai dengan cepat menggunakan teknologi khusus untuk makanan take away.
Adapun sampah dari dapur dipisahkan menjadi organik dan anorganik. Yang anorganik disalurkan ke KSM Maduasri untuk dikelola warga. Sedangkan sampah organik diolah menjadi larva untuk pakan ikan, dan sebagian untuk pakan ternak, pakan kucing, dan pakan lele. Pengolahan sampah dari dapur ini juga melibatkan warga yang tinggal disekitarnya. Jeong Won juga tidak membolehkan pengunjung merokok. Serta bagian dapur dipastikan tidak memasak menggunakan campuran bahan kimia untuk alasan kesehatan.
"Seperti nama Jeong Won yang berarti kebun, kami berupaya memutar makanan dan bahan makanan, yakni hasil dari kebun untuk konsumen, lalu hasilnya kembali lagi ke kebun," ujar Sekar.
Adapun hasil buah-buahan dari kebunnya, seperti kepel atau buah keraton, jambu biji, jambu jamaika, juga sayur selada dan bunga telang selalu dibagikan secara gratis pada konsumen yang datang. Selain untuk menambah gizi konsumen, diakui Sekar, hal itu memenuhi niatnya untuk berbagi pada orang lain. Sekar juga berusaha mematok harga jual makanan lebih rendah dari restoran makanan Korea pada umumnya, yakni dengan rentang harga antara Rp 10 ribu per porsi hingga yang termahal Rp 33 ribu per porsi.
"Jaman sekarang apa-apa dinilai dengan uang. Padahal banyak yang bisa disyukuri. Sebenarnya kita bisa merasa cukup dengan memanfaatkan apa yang ada,"ujar Sekar.
Niat tidak semata-mata menumpuk keuntungan materi dilakukan Sekar dengan memberikan edukasi bisnis yang ecofriendly pada masyarakat, terutama kalangan muda. Caranya, antara lain ia mengabarkannya melalui instagram, serta memberi tahu langsung jika ada konsumen yang menanyakan tisu, sedotan plastik, dan lainnya. Untuk itu, Sekar dan dua orang karyawannya berupaya menarik, memancing pelanggan agar bertanya. Kemudian barulah Sekar memberi penjelasan mengenai konsep ramah lingkungan.
Edukasi Ecofriendly Terkendala Pandemi Covid-19
Diakui Sekar, awalnya ada kendala sangat susah melakukan edukasi, karena yang datang kebanyakan orang-orang yang belum terbiasa dengan konsep ecofriendly. Setelah sering datang ke Jeong Won, mereka jadi terbiasa. Sayangnya, setelah konsumen terbiasa, proses edukasi malah sempat terhenti beberapa bulan, karena pandemi Covid-19. Banyak konsumen yang berhenti datang berkunjung ke Jeong Won. Belakangan pengunjung mulai datang lagi.
"Kami lalu memasukan edukasi penerapan protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Virus Korona disela-sela edukasi soal ecofriendly. Kami mewajibkan karyawan dan pelanggan memakai masker, membuat wastafel pedal injak, dan penggunaan hand sanitizer," ujar Sekar.
Konsep ecofriendly dan upaya edukasi yang getol dilakukannya membuat Jeong Won kerap kedatangan tamu yang melakukan studi banding. Antara lain dari Dinas Pertanian, dari Kelompok Wanita Tani (KWT), juga dari sejumlah pelajar. Kedepan, Sekar berencana melakukan pemberdayaan pada masyarakat sekitarnya untuk melakukan kegiatan ekonomi tanpa merusak koridor lingkungan. Terkait lingkungan ini, Sekar bahkan secara khusus pernah mengikuti pelatihan green educater course pada Green School di Bali selama sepekan. Setelah itu Sekar terus menjaga komunikasi dengan para peserta pelatihan tersebut.
"Jadi bukan mendorong orang produksi sebesar-besarnya demi mengembangkan ekonomi. Namun juga berpihak pada koridor menjaga kelestarian lingkungan," pungkas Sekar. (MC.TMG/Tosiani;Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook