Nguri-Uri Budaya Jawa dengan Kadipaten Bhumi Phala
Ket [Foto]: Sarasehan kebudayaan di rumah bambu pak Yayak

Nguri-Uri Budaya Jawa dengan Kadipaten Bhumi Phala

Temanggung, Media Center – Disalah satu kecamatan di Kabupaten Temanggung terdapat sebuah rumah bambu ditengah perkampungan yang dijadikan pemiliknya sebagai tempat untuk “nguri-uri” atau menghidupkan kembali budaya Jawa diera milenial ini yang tidak banyak orang tertarik untuk mempelajarinya. 

Dikenal dengan nama Rumah Bambu Pak Yayak yang beralamatkan di Dusun Banaran, Pringapus, Kecamatan Ngadirejo ini menjadi tempat sarasehan kebudayaan oleh kelompok yang diberi nama Kadipaten Bhumi Phala setiap 36 hari sekali.

Diawali dengan kesamaan kecintaannya terhadap budaya Jawa di grup messenger, akhirnya dibuatlah sebuah kelompok yang bertujuan untuk mnghidupkan kembali budaya-budaya Jawa yang hampir punah atau mati suri. Disisi lain salah satu anggotanya, yaitu pak Yayak mempunyai rumah sederhana model Jawa kuno dan akhirnya Kadipaten Bhumi Phala melakukan kegiatan sarasehan kebudayaan di rumah tersebut.

“Harapannya ini dijadikan sebagai tempat untuk kita mengasah pikiran, saling tukar kawruh, saling kita ngudari masalah, saling kita sharing-sharing seperti itu,” ungkap Adi Duta Purnama (40) selaku ketua kelompok Kadipaten Bhumi Phala sambil menunjuk salah satu sudut rumah, Senin (9/3/2021) di Temanggung.

Adapun budaya yang dianggap mati suri, seperti Tari Sandulan, Tari Kuntulan, permainan Congklak, Egrang dan lain sebagainya. Rencananya akan didatangkan praktisi-praktisi yang lebih paham dengan hal tersebut dan akan disajikan ke masyarakat, sehingga masyarakat akan mengenal kembali budaya-budaya tersebut.

Disamping itu, acara sarasehan budaya kali ini dimaksudkan untuk mensupport agar jiwa seni dalam diri anggota tidak meredup. Dengan jumlah anggota 31 orang dan kondisi pandemi, maka yang diundang dalam sarasehan kali ini hanya beberapa orang saja dan tentu dengan kelengkapan protokol kesehatan.

Anggotanyapun mempunyai beragam profesi. Siapapun bisa masuk dengan persyaratan khusus yaitu di dalam dirinya harus mempunyai jiwa seni, peduli dengan budaya Jawa dan mempunyai pengetahuan dibidang seni budaya. Masih mau menggunakan pakaian adat dan mempunyai visi misi yang sama, yaitu nguri-uri budaya Jawa. Selain itu attitude yang baik juga menjadi poin penting dalam keanggotaan kelompok seni ini.
“Mudah-mudahan ini menjadi suatu heritage untuk warga desa dan untuk masyarakat Kabupaten Temanggung,” imbuhnya.
Nama Kadipaten Bhumi Phala dipilih karena salah satu tujuannya bukan hanya diseni dan budaya, akan tetapi juga untuk mengeksplor tanaman-tanaman yang sudah hampir jarang ditemui di Kabupaten Temanggung ini.
“Bhumi Phala itu bumi polo. Ada polo gumantung dan ada polo kependhem. Itu harus kita eksplor. Beberapa kita pajang di sini, ada jagung ada ketela pohon, ada blewah, ada koro, macem-macem,” tambahnya.
Adi berharap mereka generasi muda sekarang ini tidak kehilangan jati diri orang Jawa dengan istilah “Wong Jowo Sing Jawani Ora Ilang Jawane”. Karena dinilai pada era sekarang ini generasi muda lebih tertarik ke teknologi yang canggih dibandingkan dengan kebudayaan Jawa yang dianggapnya kuno. (MC TMG/Cahya;Sisca;Ekape).

Sarasehan kebudayaan di rumah bambu pak Yayak
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook