Temanggung, MediaCenter - Krisis iklim bukanlah fenomena lokal yang terjadi dalam waktu satu atau dua tahun, melainkan akibat yang lahir dari laku manusia yang tidak ramah lingkungan di berbagai belahan benua, selama puluhan, bahkan ratusan tahun hingga sekarang.

"Meskipun demikian, akibat krisis iklim ini sangat bisa kita rasakan dalam skala lokal," kata Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPRKPLH), Prasodjo Rabu (3/7/2024) di Temanggung. 

Prasodjo mengatakan, akibat krisis iklim yang sangat dekat dengan kehidupan warga di Temanggung yang notabene adalah wilayah pegunungan adalah hawa panas semakin sering terjadi, angin dan intensitas hujan yang turun cenderung ekstrem, kekeringan di beberapa wilayah, hingga anomali El Nino dan La Nina yang makin sulit diprediksi.

"Salah satu dampaknya, bagi masyarakat Temanggung adalah petani sulit memprediksi musim tanam dan turunnya kuantitas, maupun kualitas hasil panen," terangnya.

Ia mengatakan, krisis iklim memang sudah terjadi, yang bisa diupayakan bersama adalah bagaimana agar krisis iklim ini tidak kian memburuk.

Salah satunya, adalah digencarkannya penanaman pohon oleh Pemkab Temanggung. Penanaman ini tidak hanya di daerah krisis bahaya longsor, namun juga di lahan kosong, sehingga tanah berfungsi, baik sebagai penyerapan air, maupun pohon yang ditanam bermanfaat untuk filter polusi.

Ia menambahkan, pemerintah tidak hanya menggiatkan menanam, tetapi juga merawat pohon, yang juga tanggung jawab semua pihak.  

"Pohon dapat mengurangi emisi gas rumah kaca, di mana gas rumah kaca ini adalah penyebab utama krisis iklim," tambah Prasodjo.

Keadaan alam di Temanggung termasuk sudah mengkhawatirkan yang ditandai dengan adanya banjir dan longsor. Maka itu, terus digiatkan pemanfaatkan lahan kosong dengan penanaman pohon, selain menanam pohon di daerah kritis.

"Harapannya, kerusakkan alam perlahan bisa dikurangi dan alam kembali pulih, sehingga tidak ada bencana," pungkasnya. (Aiz;Ekp)