Ket [Foto]: Sadranan Dusun Pete, Kembangsari, Temanggung Sembelih 90 Ekor Kambing
Sadranan Dusun Pete, Kembangsari, Temanggung Sembelih 90 Ekor Kambing
Temanggung, MediaCenter – Tradisi sadranan di Dusun Pete, Desa Kembangsari, Kecamatan Kandangan, Kabupaten Temanggung yang digelar Jumat Kliwon (20/4), diwarnai dengan menyembelih 90 ekor kambing di sekitar makam Kiai Kramat dan Kiai Yudokusumo.
Ritual sadranan diawali dengan kirab mengelilingi dusun, yang dipimpin oleh Kepala Desa Kembangsari Mujianto, dengan mengenakan pakaian adat Jawa, sambil menaiki seekor kuda serta diiringi sejumlah pemuda sambil membawa tumpeng Argodugo, parang Joyokusumo, serta sejumlah kambing yang akan disembelih mulai dari samping masjid di Dusun Pete menuju lokasi makam.
Setelah sampai di depan pintu gerbang makam Kramat, dilakukan penyerahan parang Joyokusumo kepada petua adat Dusun Pete. Kemudian parang itu digunakan untuk mengawali penyembelihan kambing dan diikuti penyembelihan kambing yang lain di sekitar makam.
Sebelum penyembelihan kambing tersebut, tumpeng Argodugo berupa tumpeng nasi dan hasil bumi seperti sayur mayur, buah-buahan, dan kopi diperebutkan untuk pengunjung atau warga masyarakat yang menyaksikan ritual tersebut.
Tradisi sadranan dengan menyembelih kambing dilakukan setiap dua tahun sekali pada bulan Ruwah (Syaban) di hari Jumat Kliwon. Daging kambing setelah dimasak di sekitar makam kemudian dibagikan kepada masyarakat yang datang di tempat tersebut.
“Daging kambing tidak boleh dibagikan dalam bentuk mentah dan harus di masak di sekitar makam," papar Kepala Desa Kembangsari, Mujianto dalam wawancaranya. Ia mengatakan, mereka yang menyembelih kambing adalah masyarakat yang mempunyai nazar dan diberi kemurahan rezeki.
Yang menyumbangkan kambing tidak hanya dari masyarakat Desa Kembangsari, akan tetapi juga warga dari luar desa, bahkan dari luar Kabupaten Temanggung.
Menurut cerita yang dibacakan oleh petua adat Dusun Pete pada acara sadranan tersebut, Pangeran Yudokusumo merupakan bangsawan dari Mataram yang mengungsi ke Dusun Pete karena desakan Belanda. Di daerah tersebut, Pangeran Yudokusumo yang berganti nama menjadi Sami yang hidup bersama istrinya, Saminah, serta menekuni profesi sebagai petani, bercocok tanam, dan beternak. Pada hari Jumat Kliwon, ketika Sami dan Saminah sedang menggembala, salah satu kerbaunya terperosok ke dalam tanah. Sami berusaha menolong kerbau yang terperosok dengan mencari tali atau rotan dan menemukan kerangka seekor ular raksasa yang di dalamnya terdapat dua kerangka manusia.
Dua kerangka tersebut merupakan jasad Kyai Bogowonto dari Majapahit yang meninggal dimakan oleh ular raksasa. Kemudian Sami mengebumikan jasad Kyai dan Nyai Bogowonto di tempat tersebut yang sekarang dikenal dengan makam Kyai Kramat.
Kerbau yang berhasil diangkat oleh Pangeran Yudokusumo kemudian disembelih dan disedekahkan kepada masyarakat. Sejak saat itu sedekah kerbau menjadi tradisi masyarakat Dusun Pete, namun tanpa mengurangi makna sedekah dan karena alasan ekonomi, digunakanlah kambing sebagai gantinya. (MC TMG/Penulis, Foto: Agung; Editor: Ekape)
Tuliskan Komentar anda dari account Facebook