Ket [Foto]:
Gula Semut: Inovasi Nilai Tambah dari Komoditas Aren Temanggung
Temanggung, MediaCenter – Kabupaten Temanggung memiliki potensi besar sebagai produsen aren terbesar di Jawa Tengah. Potensi ini menjadi dasar kolaborasi antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Temanggung dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Model Pengembangan Agroindustri Gula Semut Berbasis Nira Aren untuk Meningkatkan Nilai Tambah dan Ekonomi Lokal Jawa Tengah”, yang dilaksanakan pada Senin (26/5/2025).
Ketua Peneliti BRIN, Dr. Istriningsih, SP., MP., M.Sc., mengungkapkan, meskipun aren juga ditemukan di daerah lain, Temanggung memiliki daya tarik tersendiri, karena masih sedikitnya pelaku usaha dalam industri gula semut.
“Karena Kabupaten Temanggung adalah produsen terbesar aren di Jawa Tengah, meskipun di provinsi lain ada yang memiliki aren, tetapi di Kabupaten Temanggung ini menarik untuk kita kaji, karena pemainnya masih sedikit dan produk ini masih relatif baru, namun kami memandang, bahwa produk ini promising,” kata Istriningsih.
Hingga kini, mayoritas masyarakat Temanggung masih fokus pada produksi gula batok. Padahal, menurut tim BRIN, produk turunan seperti gula semut memiliki nilai jual lebih tinggi dan peluang pasar yang lebih luas, termasuk ekspor.
Dalam kunjungan lapangan yang dilakukan di beberapa desa, tim BRIN menemukan sejumlah tantangan yang perlu diatasi untuk pengembangan produk gula semut. Peneliti BRIN, Sandi Damiadi, SP., MT., Ph.D., menyoroti pentingnya proses pengolahan, kontrol kualitas, dan pemahaman teknis oleh para produsen.
“Pohon aren yang sudah berumur 15 tahun atau 20 tahun dengan (jumlah) nira yang dihasilkan, cara pemanenan atau ‘nderes’-nya di pagi atau sore itu kualitas gulanya akan berbeda. Saat pengolahan perlu keterampilan tentunya dan bagaimana menentukan nira kualitas baik atau kurang baik untuk diolah,” jelas Sandi.
Ia juga mencatat, bahwa sebagian besar pengrajin masih berhenti pada produksi gula batok, karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dan akses teknologi.
Menanggapi hal itu, Kepala Bappeda Temanggung, Hendra Sumaryana, menekankan pentingnya pendekatan terstruktur untuk meningkatkan nilai tambah produk aren. Menurutnya, FGD ini menjadi langkah awal untuk menyusun strategi pengembangan yang menyentuh berbagai aspek, mulai dari produksi hingga pemasaran dan regulasi.
“Tidak hanya di sisi produksi dan pemasaran, tapi di sisi regulasi, kemudian di sisi kesempatan agar mereka bisa kita tampilkan. Terutama kami punya kegiatan-kegiatan reguler semisal Pasarku Gandem yang berkeliling di setiap kecamatan. Itu adalah event-event yang dapat digunakan untuk mengenalkan gula semut,” ujar Hendra.
Ia juga menyoroti, bahwa salah satu hambatan utama adalah minimnya tingkat pengenalan masyarakat terhadap produk gula semut.
“Yang terjadi sekarang adalah produk itu kan masih terbatas dikenalnya, baru di bawah 5 tahun masyarakat baru mengenal adanya gula semut. Dengan riset ilmiah ini diharapkan menjadi edukasi tidak hanya bagi petani, namun juga pengambil kebijakan,” tambahnya.
Kolaborasi antara Bappeda dan BRIN diharapkan menjadi titik tolak dalam pengembangan agroindustri gula semut Temanggung, tidak hanya untuk memperkuat ekonomi lokal, tetapi juga memperluas peluang kesejahteraan bagi para petani dan pelaku usaha berbasis nira aren. (Adi;Bpda:Ekp)








Tuliskan Komentar anda dari account Facebook