Ket [Foto]: Unik, Warga Dusun Batursari Kaloran Gunakan Kearifan Lokal Beri Nama RT dengan Nama Hari
Unik, Warga Dusun Batursari Kaloran Gunakan Kearifan Lokal Beri Nama RT dengan Nama Hari
Temanggung, MediaCenter - Selama ini nama Rukun Tetangga (RT) lazimnya menggunakan angka-angka seperti RT 1, RT 2 dan seterusnya. Namun, ada yang unik di Dusun Batursari, Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Pasalnya, di dusun ini penggunaan nama RT menggunakan nama-nama hari, yakni RT Senin sampai dengan RT Minggu.
Bupati Agus Setyawan yang beberapa waktu lalu berkesempatan mengunjungi Batursari saat acara merti dusun mengapresiasi keunikan yang ada pada dusun yang jauh dari gegap gempita kehidupan kota ini. Dibalik rindangnya pepohonan di area perbukitan masyarakatnya sudah memiliki kreatifitas sejak lama, dengan menginisiasi nama RT dengan nama-nama hari sebagai identitas lokal.
"Itu kearifan lokal di Dusun Batursari, Desa Tleter, Kecamatan Kaloran, kalau di wilayah lain penyematan nama RT pakai angka 1, RT 2 dan seterusnya. Kalau di Batursari pakai nama-nama hari RT Senin, RT selasa dan seterusnya," ujarnya, Selasa (14/10/2025).
Bupati yang akrab disapa Agus Gondrong ini mengaku akan terus mendorong setiap kearifan lokal yang ada di wilayahnya. Ia akan mengakomodir setiap keunikan, atau potensi yang ada, sehingga masyarakat bisa bangga dengan kampung halamannya sendiri. Kecamatan Kaloran sendiri dikenal sebagai wilayah heterogen, warganya menganut berbagai agama, namun kerukunan hidupnya selalu terjaga dengan baik, sebagai pengejawantahan Bhinneka Tunggal Ika.
"Jika mereka bangga dengan wilayahnya tentu ke depannya mereka akan bangga dengan Kabupaten Temanggung. Batursari memang salah satu dusun yang punya kearifan lokal yang sangat luar biasa, masyarakatnya guyub rukun bersatu, saling menghormati, saling menghargai. Itu terpancar dari raut muka warga saat saya kunjungan ke sana," tuturnya.
Kepala Dusun Batursari, Desa Tleter, Kasdi mengatakan, penamaan RT dengan nama hari sudah ada sejak 60 tahun silam. Penamaan itu atas kesepakatan warga. Sejarah kemunculan dusun berawal dari bencana tanah longsor yang melanda Tleter pada tahun 1928 di masa pemerintahan Hindia-Belanda.
Akibat tanah longsor, kemudian sejumlah dusun harus direlokasi, sebab tanahnya labil dan rawan longsor, sehingga pejabat pemerintah kala itu mencari lokasi yang lebih aman. Kemudian beberapa tahun kemudian dipilihlah lokasi tegalan yang saat ini menjadi Dusun Batursari. Meski usia dusun sudah mencapai 96, namun pemberian nama RT baru muncul pada medio 60 tahun lalu seiring semakin banyaknya jumlah penduduk.
"Penamaan RT Senin, Selasa untuk memudahkan antara RT 1 dan RT 2, nuwun sewu, karena zaman dulu kan pendidikan belum seperti sekarang. Kemudian 60 tahunan lalu untuk memudahkan mengingat dibuatlah tujuh RT dari RT Senin, RT Selasa, RT Rabu, RT Kamis, RT Jum'at, RT Sabtu, RT Minggu. Yang memberi nama Batursari Ndoro Sten, dari tegal ini kalau dibatur nanti akan jadi sari," terangnya.
Di dusun dengan jumlah penduduk kurang lebih 500-an jiwa, 230 Kepala Keluarga (KK) dan jumlah rumah 146 ini mayoritas warganya berprofesi sebagai petani/pekebun. Hanya 5 persen yang menjadi pegawai pemerintah. Komoditas utama dusun ini 80 persen dari kopi, selebihnya beternak. Kendati dalam keseharian penyebutan RT memakai nama hari, namun secara administrasi formal masih memakai nama RT 1 dan seterusnya.
"Kalau secara administrasi masih memakai RT 1 sampai 7, tapi kalau bapak-bapak ya tetap menyebutnya RT Senin, RT Selasa begitu. Di Desa Tleter hanya di Batursari saja. Jadi nama RT Senin, Selasa, itu penamaan populer saja dan kalau plang (papan nama_red) tidak ada," tuturnya.
Dengan nama RT unik yang tersemat, ia berharap menjadi sebuah motivasi memajukan dusun ini, tentunya dengan menggali segala potensi yang ada, seperti perkebunan, seni budaya. Kebetulan di sini kesenian tradisional tumbuh subur, seperti Warokan, Dayakan, Prajuritan. Disampaikan Kasdi, bahwa 60 persen warga Batursari memeluk agama Buddha, 40 persen Islam, tapi soal kerukunan beragama tidak usah ditanyakan, semua hidup rukun, damai, berdampingan.
"Kerukunan beragamanya luar biasa, misal umat Buddha mau membangun vihara dibantu umat Islam begitu juga sebaliknya. Ke depan saya berharap, Batursari semakin maju dengan segala kearifan lokal yang ada," katanya. (Ary;Istw;Ekp)








Tuliskan Komentar anda dari account Facebook