Balada Titiek Puspa dan Empis-empis Sandung Lamur
Ket [Foto]:

Balada Titiek Puspa dan Empis-empis Sandung Lamur

Temanggung, MediaCenter - "Aku ki cah nggunung mangane sega jagung", (aku ini anak gunung, makannya nasi jagung_red), begitu kelakar Titiek Puspa sambil tertawa lepas, membuka perbincangan di Ruang Gajah, Pendapa Jenar, Kompleks Kantor Bupati Temanggung, Kamis (13/11/2014) silam. Perkataan Titiek kala itu seolah ingin membuktikan, bahwa dirinya sudah merasa putri daerah Temanggung, yang notabene kawasan pegunungan.

Memang di daerah Temanggung, nasi jagung menjadi salah satu makanan pokok bagi sebagian warganya, terutama di kawasan pegunungan. Dicampur sayur urap, ikan asin atau "ghereh petek" dan "empis-empis" makanan ini terasa lebih nikmat.

Kombinasi empis-empis inilah kemudian yang sebenarnya menjadi masakan favorit seniman legenda tiga zaman ini, selain uceng goreng.  

Titiek sendiri secara blak-blakan mengaku, sebenarnya memiliki makanan favorit asli Temanggung, yakni empis-empis. Meski dia telah puluhan tahun hijrah ke Jakarta, namun dia mengaku tak bisa lepas dari kenikmatan empis-empis sandung lamur. Jika memasak dan menyantapnya Titiek mengaku merasa menyatu dengan Temanggung, tanah yang telah membesarkan raganya, menempa jiwanya hingga akhirnya menjadi super star papan atas Indonesia.

"Empis-empis sandung lamur kui jan enak tenan lho, dicampur kentang, karo tahu yo enak, lomboke yo lombok ijo (empis-empis sandung lamur itu enak sekali, dicampur kentang, sama tahu juga enak. cabainya ya cabai hijau_red). Mengko dikei gula aren sik asli karo disanteni (nanti dikasih gula aren yang asli dan ditambah santan_red). Enak tenan, apa maneh segane anget (enak sekali apalagi nasinya hangat_red). Sesuk digaweke kui yo empis-empis sandung lamur," katanya kala itu meminta kepada juru masak dapur Pendapa Jenar.  

Titiek kala itu diundang untuk menjadi bintang tamu peringatan HUT ke-180 Kabupaten Temanggung, sehingga memorinya pun kemudian menjelajah kembali ke masa lalu, saat ia masih tinggal di kota penghasil tembakau ini. Terlalu banyak kenangan di Temanggung membuat dia merasa Temanggung lah kampung halamannya, apalagi kedua orang tuanya juga dimakamkan di Mudal, Temanggung. Kenangan inilah yang membuatnya ingin selalu kembali ke Temanggung.

Sandung lamur (brisket) sendiri merupakan daging sapi pada bagian dada, leher, dan ketiak, yang bertekstur keras dan mengandung banyak lemak. Jika direbus dalam waktu lama dagingnya menjadi lembut kuahnya menjadi kaldu yang memiliki aroma kuat, namun tidak meleleh. Titiek menyukai sandung lamur, lantaran lemaknya terasa padat, kenyal, berbeda dengan lemak dari bagian lain, yang mana usai direbus bisa dipotong lalu dimasak sebagai empis-empis.

Perkenalannya dengan empis-empis tentu setelah keluarga pasangan Jatin Toegeno Poespowidjojo dan Siti Marijam yang tak lain ayah, ibu sang legenda ini dari Semarang hijrah ke Temanggung di era penjajahan Jepang. Di lereng Gunung Sumbing ini keluarganya pernah tinggal di Kranggan, Greges Tembarak, dan Gemoh Butuh.

Tatkala di Greges yang merupakan sebuah desa di lereng Sumbing inilah ia mengenal dan mulai akrab dengan nasi jagung, maupun empis-empis sandung lamur. Sedangkan uceng goreng sudah dikenalnya tatkala tinggal di Kranggan yang notabene dekat dengan Kali Progo, di mana di alur sungai yang membelah Jateng-DIY ini terdapat banyak sekali ikan uceng. Ya, meski kini sang legenda musik Indonesia itu telah tiada, namun kisah hidupnya takkan lekang oleh waktu. (Ary;Ekp)

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook
This notification will be closed in seconds.